Prehistoric Creature for this time is..

Prehistoric Creature for this time is..
Argentavis magnificens, perkenalkan burung terbang paling perkasa sepanjang masa. dengan rentang sayap mencapai 7 meter dan memiliki bobot seberat orang dewasa serta dilengkapi paruh dan cakar sebesar telapak kaki beruang merupakan raptor udara paling menakutkan di masa eosen akhir ( 6 juta tahun yang lalu )

Welcome Future people !

selamat datang orang orang masa depan, jangan sia siakan hidup anda hanya untuk mengkritisi kehidupan. cobalah untuk menikmatinya dan tetap bersanding pada asas moral agar kita bisa menjadi manusia yang benar benar manusia. kritikan harus disertai usaha dan mencari solusi okee ? ..

Sabtu, 22 Januari 2011

Nyawa Terakhir


Di sebuah tepi jalan yang disesaki ratusan manusia, jalan yang semula digunakan mobil-mobil baja yang aral melintang kini tergantikan oleh pasar dadakan yang diselimuti lautan manusia. Mereka saling berebut bahan makanan di setiap lapak yang dapat dijumpai. Pasar yang hanya tampil seminggu sekali ini telah membuat warga di sekitarnya seperti srigala yang kelaparan. Tidak ada lagi etika untuk mengantri dan mendahulukan yang lebih papah. Semua berfikiran sama untuk kepentingannya sendiri agar tetap bertahan hidup sepekan lagi, hingga pasar ini buka kembali. setiap sudut pasar telah dijaga oleh sepasang tentara berbaju safari yang mengenakan helm setengah oval dan membopong sebuah senapan otomatis berlaras panjang. Dengan tatapan tajam tentara tentara itu mencengkram kuat kuat senjatanya bagai elang yang mencengram kelinci dan kapan saja bisa meretas tubuh mangsanya. dari kejauhan tampak seorang pemuda mengantri di antara kerumunan, Dengan membawa sebuah tas kumal bermotif bekas jahitan berkali kali di setiap sudutnya. Ia meliuk liukkan tubuhnya yang ramping di antara kerumunan orang dan tiba di sebuah lapak roti dengan sekelompok lalat terbang rendah di atasnya. Mereka berusaha hinggap di salah satu roti . namun, tebasan kipas pedagang lapak selalu mengacaukan manuvernya. Pelan pelan pemuda itu mengeluarkan selembar uang kertas lusuh dari dalam tas kumalnya, ia berikan kepada sang pedagang. Sang pedagang memandang sipit sipit uang lusuh dengan bekas selotip rekatan itu dengan seksama. Akhirnya, si pedagang iba melihat wajah si pemuda yang memelas. ia memasukkan uang lusuh itu ke kantong, kemudian Dengan cekatan mengambil tas si pemuda dan memasukkan 3 buah roti ke dalamnya, ia berbisik ke telinga si pemuda.

“ cepat jalan… ! nanti yang lainnya bisa iri karenamu…. !”

pelan pelan si pemuda melewati manusia demi manusia yang bergumul di sekelilingnya. Banyak dari mereka mengangkat uang yang digenggamnya agar dilayani terlebih dahulu. cukup lama ia berdesak desakkan dan akhirnya bisa lepas dari kerumunan orang orang yang kelaparan. Di kejauhan ia mengintip roti yang ada di tas kumalnya. perlahan bibirnya merekah ke atas, Matanya berbinar binar. Ia melangkah mengayun ayunkan kaki panjangnya dengan girang. Kemudian teriakan kencang memecah kebisingan dalam kerumunan manusia

“Tangkap pemuda itu!! Dia mencuri sepotong roti ku!!“

keheningan menyeruak sesaat dalam keteraturan yang dipaksa. Semua tentara yang berjaga mengalihkan pandangannya ke arah pemuda itu. Si pemuda yang menyadari arti teriakan itu segera berlari kencang meninggalkan pasar. Beberapa tentara yang merespon segera membidik pemuda itu dan menembaki setiap derap kakinya, Desingan demi desingan peluru memecah udara dengan brutal, berusaha menyamai kecepatan kaki si pemuda mencoba menembus kaki dan menghancurkan jaringan otot yang menggerakkannya. Si pemuda terus berlari berkelok kelok menghindari terjangan peluru, hingga akhirnya ia menemukan sebuah gang sempit di sisi jalan. Secepat kilat ia lontarkan tubuhnya ke arah gang.pemuda memutar tubuh jangkungnya dan bangkit dari jatuhnya. Perlahan ia mulai menghela nafas cepat. Berusaha memperlambat nafas dan detak jantungnya yang mulai meluap luap.perlahan diintipnya dari balik tembok yang menghalangi pandangannya dari pasar. Terlihat beberapa tentara mulai mengikuti jejaknya. Si pemuda yang melihatnya segera menyiapkan kuda kuda untuk berlari lagi menghindari kepungan tentara tentara neurotik. Dari kejauhan, tentara lain berjalan ke arah gerombolan tentara yang mengejar pencuri roti.

“sudahlah ! itu hanya maling roti ! yang kita cari adalah teroris !“ teriaknya.

Satu demi persatu tentara mulai memutar balikkan langkahnya, menjauhi si pemuda yang masih berdetak kencang jantungnya. Tentara yang tidak puas mendapatkan buruan melampiaskan kekesalannya dengan menembaki tembok yang sudah rapuh hingga materialnya terlontar ke segala arah akibat terjangan peluru dari moncong senapan.

Sekali lagi si pemuda belum sanggup membuat malaikat maut mau menagih jiwanya. takdir dan ruhnya tampaknya masih enggan mengakhiri kisah hidup pemuda miskin ini. ia melangkah di atas pasir, berjalan tertatih tatih menahan perutnya yang. Meraung raung. Langkahnya yang berat terhenti ketika sampai di sebuah reruntuhan bangunan yang disesaki puluhan manusia yang sama kumalnya dengan dirinya. Dari kejauhan sesosok gadis kecil melambaikan tangan ke arahnya.

“ kak achmed !!!” teriaknya melengking.

Si pemuda yang bernama achmed itu melipat bibirnya ke atas. Ia mengusap keringat yang hampir membasahi pandangannya. Achmed mulai melangkahkan kakinya melewati kuduk orang orang yang tercecer di situ. Namun, langkahnya selalu terhenti ketika seseorang menarik kakinya dengan pelan lalu membuka mulutnya sambil menangis. Achmed yang merasa iba akhirnya mencuil roti yang ia punya kemudian menyuapi satu persatu orang yang ia lewati. Setelah sampai di tempat gadis itu achmed melihat isi tas yang dibawanya. Achmed langsung lemas dan sedikit menyesal melihat roti yang ia punya tinggal sepotong lagi. Gadis kecil itu tertawa dan mengambil tas kumal achmed.

“ sudahlah kak, kakak kan sudah ikhlas, nanti pasti dibalas sama yang Allah ! “

perlahan mulut achmed yang terlipat ke bawah mulai terangkat dan memperlihatkan gigi gigi kuningnya. diambil roti kecil itu, untuk kemudian dimakan bersama adiknya. Tanpa sadar, Sang adik ia peluk erat erat.

_________________________________________________________________

Perlahan lahan sang surya mulai memerah, ia telah kecapaian di atas pilar langit setelah seharian menyinari tata surya. Dengan anggunnya ia membagi sinar senja terakhirnya hari ini kepada achmed dan semua orang yang ada di reruntuhan.

Di pagi pagi buta, saat orang orang masih terbuai dalam mimpinya. Saat malam hendak bertransofrmasi menjadi terang. sekelompok tentara dengan senapan laras panjang menghentakkan tanah dengan keras, derap kaki mereka mulai menjatuhkan jiwa orang orang yang masih melayang dalam mimpi. Achmed yang belum puas dengan mimpinya harus gigit jari karena terbangun oleh derap langkah sekompi tentara yang menyantroni mereka. Tentara tentara itu dengan brutal mulai membangunkan satu persatu warga papah. Senapan mereka ayunkan ke arah warga yang belum beranjak dari tidurnya, seolah tidak ada lagi perbedaan antara sampah dengan manusia. Satu persatu warga papah dipaksa untuk berbaris, mematuhi aturan otoriter dari seorang tentara yang tegak berdiri di depan para warga. penampilannya sedikit berbeda dengan tentara yang lain. Sebuah baret miring menutupi kepalanya dari sinar matahari..

Berbagai barang tambang yang mengkilap menghiasi baju safarinya yang rapi. Tertulis sebuah nama di plakat yang menggantung di sakunya ‘Yossie bend’ Ia melangkah kecil diantara warga sambil mendongakkan kepalanya. Plakat berbintang tiga meramaikan hiasan di bahunya, sama mengkilapnya dengan hidung mancung yang ada di wajahnya. Achmed segera membangunkan adiknya yang masih terlelap dengan air liur menghiasi mulutnya. Mereka berdua segera berdiri berbaris mengikuti yang lainnya. Kaki achmed bergetar bagai mesin traktor. Ia membayangkan kalau saja dirinya ditangkap karena membeli roti dengan uang palsu. Maka siapa yang akan merawat adiknya yang sebatang kara ini?.

Sang jendral bintang tiga yang sudah lumutan berdiri tegak sambil berorasi.

“para warga tanah jajahan yang tercinta ! aku bangga melihat kegigihan kalian ! di saat tanah kalian kami kuasai, kalian masih bertahan di sini. Itu sungguh membuatku terharu, pasukanku tidak akan segan untuk mengantar kalian ke surga lebih cepat jika diinginkan. Lihatlah diri kalian ! kumparan daging yang berjalan tanpa tujuan, Jika kalian ingin hidup lebih lama sambil Menanti kemerdekaan tanah kalian, maka bantulah kami mencari seorang teroris bernama acmad mussadeq. Ia seorang kriminal ! pelaku genosida!! jika kalian menentang, maka akan kusamakan derajat kalian dengan achmad mussadeq ! seorang musuh Negara !. apa kalian paham !!”

Semua warga yang berbaris hanya bias mengangguk anggukkan kepala. Keringat dingin menahan ketakutan kini bagai atmosfir yang menyelubungi mereka. Tak ada satupun yang berani memandang para tentara.

“kalau begitu cepat Kerjakan !! cari teroris itu !! “ teriak sang jendral.

Para warga yang ketakutan kalap seketika, mereka bagai sekawanan bebek yang saling menyelamatkan diri menghindari terkaman anjing hutan. Para tentara menendang satu persatu warga yang Nampak masih terlihat di reruntuhan.

“semakin cepat teroris itu ditemukan maka semakin cepat kemerdekaan bagi kalian ..!” ujar sang jendral

Achmed dan adiknya segera berlari dan bersembunyi di antara puing. Mereka tidak berfikir untuk mencari sang buronan, namun menyelamatkan diri dari siksaan para tentara yang membual tentang khayalan merdeka. keduanya berlari meninggalkan kerumunan. Menyisakan kisah penderitaan yang sekali lagi dibuang merana diinjak injak para tentara.

Dalam dilema yang memeluk mereka berdua, achmed dan adiknya terus berjalan sambil berharap segera menemukan kerumunan manusia yang penuh perlindungan. Sepanjang perjalanan, Badai pasir terus menemani mereka. Menerpa wajah pucat kedua bocah yang tersesat itu. Achmed memegang tangan adiknya erat erat, tak mau ia melepas genggaman tangannya walau apapun yang terjadi. Tak lama kemudian terpaan pasir yang semula sangat menyayat kulit perlahan lahan mulai menghalus lembut. Pasir yang menerpa mereka telah kehilangan gaya dorongnya untuk terbang menyantroni tubuh achmed dan adiknya. Kedua anak itu mengusap kedua bola matanya, mengeluarkan beberapa butir pasir yang bersarang di kelopak mereka. Tak lama kemudian mereka melihat sekelibat bayangan hitam memecah debu pasir yang telah melewati mereka. Sontak bayangan itu melesat melewati kedua anak malang itu hingga tersungkur ke tanah. Benda itu jatuh di tempat nun jauh disana membentuk awan jamur besar. Achmed yang panik segera membawa lari adiknya dari tempat itu. Debu pasir perlahan mulai lenyap, memperlihatkan insiden sesungguhnya dari apa yang telah mengagetkan mereka. Achmed dan adiknya dikelilingi oleh banyak tentara dengan ratusan alat tempur mereka. Para tentara yang saling berperang berada jauh terpisah dengan achmed dan adiknya berada di tengah pertempuran. Kedua kubu saling menembak, tidak memperdulikan adanya 2 anak malang yang tak sengaja memasuki medan pertempuran. Achmed dan adiknya merebahkan tubuhnya di tanah, keduanya menutup telinga, tak kuasa mendengar jeritan roket yang melesat dan suara desingan peluru yang berlomba lomba melintas di atas mereka. Tanpa disadari, adik achmed bangkit dari tiarapnya dan berteriak di hadapan para tentara nun jauh disana.

“hentikan!!! Tolong hentikan !!! biarkan kami keluar dulu dari sini !!!!” teriaknya.

Matanya berkaca kaca, air matanya mulai mengalir deras dari kelopak matanya yang rapat. Achmed yang melihat adiknya berteriak, serta merta memaksa adiknya untuk kembali merebahkan diri di tanah untuk menghindari kontak dengan senjata para tentara. Usaha achmed sia sia karena adiknya tetap bersikukuh berfikir bahwa para tentara masih memiliki nurani untuk menghentikan baku tembak mereka dan mempersilahkan ia dan kakaknya lewat sekedar mencari perlindungan. Namun, Sia sia pula teriakan adik achmed. kegaduhan yang ditimbulkan senjata tentara telah membenamkan teriakan kecilnya di ranah paling dalam. Achmed terus berusaha menarik adiknya agar segera berlindung, namun adiknya tetap ngotot untuk mengingatkan para tentara. hingga serentetan peluru menerjang dan menembus tubuh tak berdosa, gadis malang itu kemudian terkapar bersimbah darah. Achmed yang melihat adiknya tergeletak tak bernyawa sungguh terguncang jiwanya, matanya tak sanggup untuk berkedip atas apa yang ia lihat. Achmed merasa tak sanggup lagi mencicipi pahitnya kehilangan seseorang yang disayangi untuk kelima kalinya. Tangan achmed masih kuat memegangi adiknya yang mulai dingin. Ia seret jasad kecil itu menyusuri rentetan senjata menyisakan jejak darah disepanjang perjalanan. Achmed tak kuasa menahan tangis yang sudah meluber hingga ke hidungnya ia tak sanggup untuk melihat adiknya yang telah wafat. Tiba tiba sebuah roket meluncur dari udara mendekati achmed dan adiknya. Melihat itu, Insting achmed akhirnya mengalahkan perasaannya untuk tetap berada disamping adiknya hingga mati. Dilepasnya genggaman tangannya dan achmed berlari menjauhi sasaran bidik roket tersebut. Kakinya seakan tak mau menuruti perasannya yang telah terkoyak dan ingin melakukan hal itu hingga ia sendiri ikut mati. Roket menghempas dan menggemparkan bunyi dahsyat ke penjuru gurun. Membumbungkan awan jamur gelap di atasnya. Membakar jasad adiknya bersama bangkai roket tersebut.

__________________________________________________________________

Achmed terbangun dari mimpinya, ia usap wajahnya dengan kedua telapak tanggannya yang kasar. kemudian duduk sejenak merenung atas kejadian yang terjadi dalam mimpinya. Tak lama lama ia melamun, achmed segera keluar dari kamarnya dan berjalan menuju sebuah lapangan kecil diluar. Disana telah berbaris sekelompok orang bersenjata yang menutup wajah mereka dengan sorban. Achmed segera memasuki barisan, mengenakkan pakaian yang sama dengan mereka. Namun Tanpa sorban yang menutup wajahnya. Dari dalam barisan, Seseorang dari mereka memekikkan teriakan keras sambil mengepalkan tangannya ke atas.

“ALLAHU AKBAR !! ALLAHU AKBAR !! Saudara saudaraku ! mari kita berjihad ! membela di jalan Allah. Kita tumpas penjajahan yang berlangsung di tanah kita ! kita rebut kembali tanah ini dari cengkraman para orang kafir ! mari kita pekikkan kemerdekaan dalam perbuatan dan hati kita ! ! ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR !! SERANG !!!.

achmed dan sekelompok barisan manusia itu bergerak menuju lapangan terbuka, menampilkan panorama yang sepi dengan banyak tentara berjaga di sana. batalyon yang maju bersama achmed mulai mengangkat senjata mereka yang ditenteng di pinggang masing masing. Dengan cekatan, Achmed membuka rompinya dan mengambil sebuah granat. ditariknya pelatuk granat dengan gigi, kemudian ia lempar ke arah tank para tentara. Tank itu meledak dengan dahsyat, seketika itu pula baku tembak yang sengit pun terjadi. Ledakan tank tadi adalah gong dimulainya peperangan. Dalam keadaan seperti itu para pejuang gerliya dan tentara telah berubah menjadi binatang paling buas. Mereka akan melibas musuh mereka tanpa ampun, demi tegaknya ideologi yang mereka yakini. Dalam kerumunan senjata dan manusia yang bertempur, achmed terus berlari menerabas mereka sambil menembakkan peluru dari senapannya ke arah musuh dengan brutal. Namun, Langkah achmed mulai oleng ketika sebuah peluru menembus dan bersarang di betisnya, hingga membuat kakinya sulit digerakkan. Ia buang senapannya guna menyeimbangkan langkah kaki yang mulai goyah. Sebilah pisau ia ambil dan digunakannya untuk menebas para tentara yang mencoba menghalangi langkahnya. Beberapa tentara yang mengetahui sepak terjang achmed langsung mengalihkan bidikan senapannya ke arah achmed. Desingan demi desingan peluru menerjang tubuh achmed bertubi tubi. Namun hal itu tidak membuatnya jatuh terkapar, melainkan semakin kencang ia berlari. Dengan tubuh bersimbah darah, achmed menutup sebagian lukanya yang terus mengalirkan darah, semampu telapak tangannya dapat menutup. Pandangannya mulai buram ketika sebuah peluru kembali bersarang di paha kirinya, disusul kaki kanannya. Semangat juang achmed mulai menunjukkan penurunan akibat nyawa yang mulai meregang. Achmed seketika itu terkapar, namun ia masih bernafas dan berusaha mengeluarkan sesuatu dari rompinya. Tubuh achmed didekati oleh sebuah tank dan barisan tentara yang mencoba mengepungnya. ia teegakkan kepalanya yang bersimbah darah sambil menatap sekeliling, meski pandangannya mulai buram. Samar samar ia melihat barisan tentara dan tank di depannya. Achmed tersenyum dan bergumam…

”kini sudah waktunya aku menyusul kalian, keluargaku…”

Achmed menarik sesuatu dari rompinya dan sebuah ledakan dahsyat memecah kerumunan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar