Prehistoric Creature for this time is..

Prehistoric Creature for this time is..
Argentavis magnificens, perkenalkan burung terbang paling perkasa sepanjang masa. dengan rentang sayap mencapai 7 meter dan memiliki bobot seberat orang dewasa serta dilengkapi paruh dan cakar sebesar telapak kaki beruang merupakan raptor udara paling menakutkan di masa eosen akhir ( 6 juta tahun yang lalu )

Welcome Future people !

selamat datang orang orang masa depan, jangan sia siakan hidup anda hanya untuk mengkritisi kehidupan. cobalah untuk menikmatinya dan tetap bersanding pada asas moral agar kita bisa menjadi manusia yang benar benar manusia. kritikan harus disertai usaha dan mencari solusi okee ? ..

Sabtu, 22 Januari 2011

anak kucing dan realita


Alkisah hiduplah seekor anak kucing yang tinggal di sebuah kolong sampah di sebuah pasar ikan. Anak kucing itu hidup bersama induknya. Setiap hari ia makan di tempat yang sama , yaitu tempat pembuangan sampah. Setiap pagi sang induk membawa anaknya menuju tempat sampah untuk makan. Suatu ketika anaknya bertanya kepada induknya

”ibu mengapa manusia membuang makanan makanan lezat ini?”
Sang ibu menjawabnya dengan pelan.

” Mereka adalah makhluk yang senang menyia nyiakan rezeki.”

”tapi bu. Karena perbuatan buruk mereka kita tidak perlu lagi mencari tikus kan bu?.”

”Anakku, Memang kita hidup makmur saat ini. tapi sesungguhnya ibu malu. Sangat malu,. Ibu tidak mampu lagi mengajarimu untuk menjadi seekor kucing sejati.”
Jawab sang ibu sambil menatap langit.

Sang anak yang masih penasaran kembali bertanya kepada induknya.
”Seperti apakah kucing sejati itu bu?.”

Sang ibu terdiam. Lalu menatap wajah anaknya dan mulai menjilati dahinya.
” Kelak kau akan dituntun nalurimu untuk mengetahui siapakah kita sebenarnya”.
Ujar sang ibu lagi

Anak kucing itu masih bertanya tanya dalam hatinya. Ia sungguh tidak sabar. Namun ia tidak memikirkan itu lagi ketika induknya mengambil sepotong ikan pindang kesukaannya. Dengan lahap anak kucing itu melahapnya. Sang ibu tersenyum dan selalu berkata. ”cepat habiskan makananmu supaya kau cepat besar. Dan bisa merawat dirimu sendiri”
Sang anak tersenyum kepada ibunya. Dan ia kembali melahap potongan terakhir pindang kesukaannya

******************************************************

Di suatu pagi yang cerah. Sinar matahari mulai mengintip celah sebuah kardus tua. Perlahan anak kucing terbangun karena merasakan sesuatu yang hangat menerpa kelopak matanya. Tak lama Ia menguap dan mengatup katupkan rahangnya seraya merasakan ujung lidah dan mengusap wajahnya dengan tangan mungilnya. Kesadarannya mulai kembali dari alam mimpi, ia pun melihat sekelilingnya

”mana ibuku?”

Anak kucing itu kemudian berjalan ke arah tempat sampah, berharap dapat menemukan ibunya dengan sepotong ikan pindang kesukaannya. Tak lama berselang langkahnya terhenti di tempat tujuannya. Ia melihat seekor kucing dengan belang kuning dan putih sedang mengais ngais sampah.

”ibu... apa ada makanan untukku?”
Perlahan kucing itu menoleh. Lalu membawa seekor ikan di mulutnya. Ia menatap wajah anak kucing itu.

”cari sendiri makananmu nak.”

”ha? Ibu ada apa denganmu?”

”aku bukan ibumu. Gunakan hidungmu dengan baik. Untuk apa kau terlahir dengan penciuman yang baik. Di pasar ini aku menemukan 5 kucing yang mempunyai warna sama persis denganku” ujar kucing itu.
Sang anak kucing mulai membau sesuatu yang berbeda. Dan ia sadar itu bukan bau induknya.

Kucing yang disangka induknya itu kemudian berlari, melompat di antara lapak lapak dan kemudian menghilang di antara kursi kayu.

Sang anak kucing tertegun
Aku harus gunakan hidungku untuk menemukan ibuku. Fikirnya.

Perlahan ia kembali berjalan menyusuri lorong pasar. Kemudian ia menemukan seekor kecoa sedang berlari dengan ke enam kakinya sambil membawa remah roti di mulutnya.
Sang anak kucing berlari mengejarnya lalu dengan sekali lompatan ia mencengkram kecoa itu dengan kedua telapak tangannya. Sang kecoa memohon kepada anak kucing

”ampun, beribu ribu ampun. Tolong jangan makan aku, aku hanya makhluk kecil yang rapuh. Rasaku tidak enak. Jika kau makan aku kau akan sakit perut. Percayalah kepadaku”

”kecoa aku tidak akan memakanmu. Aku hanya ingin bertanya dimanakah ibuku, apakah kau melihatnya?”

”ampun kucing. Hamba hanya memiliki sepasang mata yang rabun dan buruk. Makhluk hina sepeti hamba hanya mampu membedakan mana yang enak dan tidak enak”

”jadi kau tidak tahu di mana ibuku? Sahut si kucing

”jika hamba memberitahu apakah hamba akan dilepaskan?”

”tentu saja” kata anak kucing

”baik, tadi ketika ku memungut remah roti ini. Aku merasakan derap langkah seekor kucing dari kedua sungutku. Dan sepertinya aku mendapat gambaran itu ibumu!”kata si kecoa

”sungguh? Apa berwarna kunig dan putih?”

”ya!! Itu dia!!. Sekarang tolong lepaskan hamba”

Sang anak kucing melepaskan cengkramannya terhadap kecoa. Kemudian kecoa berlari menjauhi anak kucing .sang kecoa berbalik menatap si anak kucing

”Kau tahu? Mengapa jenismu begitu lemah di dunia ini? Karena jenismu begitu sombong dengan kekuatan dan naluri yang kalian miliki. Kalian terlalu membanggakan ukuran dan melupakan seberapa pentingkah ukuran dan dimensi hidupmu. tak kusangka, seorang anak predator tertinggi di tempat ini begitu mudah ditipu olehku. Kau bahkan tak lebih baik dari anak anakku yang sudah mampu hidup sendiri ketika lahir. Tidak sepertimu yang masih merengek mencari ibumu. Pantas saja bangsa kucing banyak yang punah. Sementara kami? Sepanjang sejarah leluhurku bangsa kecoa telah banyak melihat dinasti makhluk makhluk adidaya hancur. Kadal raksasa, kucing raksasa. Apa ukuran merupakan segalanya? Khah.. makhluk kecil seperti kami lebih pantas terus hidup di bumi. kami tidak perlu memakan tempat untuk tetap lestari. Kau akan menunggu giliranmu punah karena monyet tak berbulu.. Dan kami tinggal menunggu monyet tak berbulu itu melakukan kesalahan yang memusnahkan jenisnya sendiri. Hahaha!”

Anak kucing itu langsung naik pitam dan mengejar kecoa itu. Dengan sigap ia menancapkan kuku kuku tajam ke arahnya.perlahan ia membuka genggamannya dan mendapati tidak menangkap apapun. Kecoa itu rupanya telah memasuki celah sempit yang tidak bisa ia lihat dengan mata telanjang

Dengan penuh kekesalan, anak kucing itu kembali melanjutkan pencarian ibunya dengan hidung yang menuntunnya dan perut yang mulai berbunyi. Akhirnya ia sampai di ujung lorong dan melihat langit luas dan tiang tiang yang berjajar rapi terhubung oleh benda panjang berwarna hitam

Anak kucing itu melihat sekelibat benda hitam menutup cahaya matahari sesaat. Hal itu membuat sang anak kucing ketakutan dan bersembunyi. Perlahan ia mulai mengamati benda hitam itu dengan mengintip dan menyeringai seraya mempertahankan diri.

”tenanglah nak. Aku tidak akan memakanmu”

”makhluk apa kau..?” kata anak kucing mulai tenang

”oh. Jadi kau tidak pernah melihatku seumur hidupmu?”

”tidak.. apa kau tahu ibuku?”

”mengapa kau bertanya itu kepadaku?” ujar makhluk itu. ia merentangkan sayap hitamnya dan membuka paruh tajamnya. Perlahan ia meluncur terbang ke sebuah tiang yang lebih rendah. Dan mendapati seekor anak kucing kecil yang bertanya kepadanya. Sang anak kucing mulai memberanikan diri untuk menatap langsung makhluk itu.

”aku adalah burung gagak. Aku diutus oleh langit untuk membersihkan dosa jiwa jiwa yang telah mati. Lalu mengapa makhluk kecil sepertimu berkeliaraan tanpa perlindungan?
”wahai burung gagak yang baik. Aku hanya ingin bertanya dimana ibuku?” ujar anak kucing mulai tidak sabar.

”apa penting aku menjawab pertanyaanmu?pantas saja kau tak pernah melihatku. Rupanya indukmu tak pernah mengajakmu keluar dari tempat bau itu. kau makhluk yang kecil dan rapuh. Kau sungguh beruntung aku tidak diutus langit sebagai pemakan daging segar. Yang kumakan hanya jiwa jiwa mati seperti yang kucengkram ini” sahut gagak sambil mencabik daging berwarna hitam di kakinya.

”apa yang kaumakan itu? Boleh aku meminta sepotong saja. Aku sangat lapar..”

”ini adalah daging burung gagak. Apa kau masih menginginkannya?”

Sang anak kucing terkejut sekaligus takut. Ia mulai memberanikan diri untuk bertanya kembali. Ia mulai berfikir bahwa burung gagak adalah makhluk yang kejam.

”mengapa kau memakan sesamamu?.. itu sungguh mengerikan...” ujar sang anak kucing pelan.

”ketika kau mengetahui apa yang harus kau lakukan. Maka, tidak ada batasan yang cukup jelas bagimu di dunia ini. Kelak kau akan mengetahui mengapa dunia ini begitu kejam.kau harus mampu meniadakan hukum yang berlaku ntuk tetap hidup. Suatu saat Kau harus sadar. Makhluk suci sepertimu kelak akan menjadi jiwa yang menimbun dosa. Lalu aku akan membersihkan dosamu dengan memakan dagingmu secuil demi secuil.”.

”tidak akan! Kau pasti akan dibunuh terlebih dahulu oleh ibuku yang lebih besar darimu. Kau tidak akan sempat memakanmu. Hai burung gagak! Langit itu biru. Langit itu bersih! Tidak sepertimu yang hitam dan kotor! Jika aku besar nanti aku bersumpah akan menjatuhkanmu dari tiang itu.!”
ujar Sang anak kucing mulai marah dan menggeram ke burung gagak

burung gagak itu berkoak dengan keras. Memekakkan telinga sang anak kucing

”dunia ini tidak sebersih yang kau kira nak. Sebiru apapun langit. Suatu saat ia akan menghitam dan menangis. Dan seberapa kuatnya ibumu suatu saat langit akan mengutusku untuk mengantar jiwa ibumu ke surga. Dan sehitam apapun buluku kau akan mengetahui bahwa hitam tak selalu kotor. Pergilah cari ibumu. Kau belum cukup mengetahui kejamnya hidup ini”
Perlahan gagak mulai mengepakkan sayapnya dan terbang ke arah timur. Kepakkan sayapnya memantulkan sedikit cahaya matahari ke mata sang anak kucing

Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa beberapa detik yang lalu ia menyaksikan si burung gagak bercahaya. Apa benar hitam tak selalu kotor? Tanya sang anak kucing dalam hatinya. Ia sungguh kalut. Makhluk makhluk yang ia temui selalu mencela pendapatnya. Ia mulai gusar mengingat pernyataan dari kecoa dan burung gagak. Perlahan ia mulai merenung untuk apakah tujuannya hidup di dunia ini jika tubuh ini terlalu lemah untuk hidup. Dan untuk apa hidup jika suatu saat harus berakhir di perut gagak.

Ia tidak menyangka. Perjalanannya untuk mencari induknya telah membuatnya harus berfikir panjang. Perlahan ia mulai menenangkan diri. Menjilat seluruh tubuhnya dan tetap fokus pada tujuannya mencari induknya. Ia mulai meyakinkan dirinya untuk tetap mencari induknya.

”ibuku pasti akan kutemukan. Lalu ibu akan menghadiahi ikan pindang kesukaanku karena aku telah berhasil menemukannya. Aetelah itu aku mendapat pelukan hangat olehnya. lalu aku akan menceritakan kisahku selama perjalanan bertemu kecoa bodoh dan burng gagak kotor. Ibuku pasti senang. Aku yakin itu”

Sang anak kucing kembali melanjutkan perjalanan. Bau induknya mulai menuntunnya memasuki rerumputan tinggi. Ia merasa ketakutan dengan tempat asing itu. Namun semangatnya untuk menemui induknya lebih besar dari rasa takutnya.

Dengan hati hati ia memasuki rerumputan tinggi, memulai langkah pasti. Pelan pelan memijakkan kaki mungilnya ke tanah. dengan rumput rumput membayangi cahaya matahari ke arahnya.

Telinganya bergetar. Merasakan ada sesuatu gerakan yang mencurigakan.

Sejurus kemudian sebuah mulut besar mendatanginya dengan kecepatan tinggi dari arah samping.

”MEEOOONNGG!!!” ia melompat menghindari serangan.

Mulut besar itu kemudian kembali menghilang diantara rerumputan.

”SIAPA DI SANA....!” teriak anak kucing mulai ketakutan. Ia mulai bernafas dengan cepat. Jantungnya berdegup kencang.

”srak.. srak....” rerumputan kembali bergoyang. Membuat sang anak kucing kembali waspada. Mata dan telinganya berputar ke segala arah.

”GRAAAAAA!!!” mulut itu kembali datang mencoba menerkamnya.

CTASSS!!. Anak kucing itu terhempas ke tanah. Tak lama Kemudian ia bangkit. Nafasnya terengah engah. Ia melihat kaki belakangnya mulai mencucurkan darah. Ketakutan mulai menyelimuti tubuhnya

”csshh......”
Makhluk itu mulai menampakkan dirinya. Bertubuh panjang dan memilik mata yang tajam. Lidahnya menjulur julur seolah olah ingin mencicipi darah yang membekas di kaki anak kucing itu

”HRRRR...!!” anak kucing mulai menggeram. Antara marah dan ketakutan.

“HA…HAAA… hai kucing senang berjumpa denganmu lagi…..”
Ujar ular itu sambil terus mendesis

” mau apa kau! Jangan mencoba menggigitku lagi atau aku akan mencakarmu! ”

”cakar? Kau bahkan tidak memiliki cakar. Lihat taringmu yang tumpul itu. Apa kaugunakan untuk menggiling rerumputan. Sungguh jelek sekali bentuknya. Itu yang kau namakan taring? Bagaimana dengan punyaku?”
ujar sang ular sambil membuka rahangnya lebar lebar. Memperlihatkan kedua taring panjangnya. Meneteskan sedikit darah dari anak kucing

”ular! Bukankah mangsamu adalah tikus! Bukan kucing sepertiku! Itu kata ibuku!”

”ibumu..? tahu apa ibumu?? Aku bahkan tidak pernah mengenal siapa IBUKU!!
CSSSSHH....”

”lalu mengapa kau menyerangku?!”

”kucing bodoh... biar kuceritakan. Dahulu leluhurmu dan leluhurku adalah pembasmi populasi tikus. Kita bekerjasama membasmi tikus. Kita mendapat titah dari langit untuk menciptakan keseimbangan. Namun KAU, BANGSAMU. Beberapa abad silam BANGSAMU bersekutu dengan MONYET TAK BERBULU. Kaum mu mendapat perlakuan dan kenikmatan dari MONYET ITU. BANGSAMU LUPA DENGAN TUGASMU. Saat salah satu leluhurku mengingatkan tugas kita di dunia ini .tapi SEKUTUMU itu malah MEMBUNUHnya. DAN KISAH ITU turun temurun menciptakan dendam terhadap kaumku.

”yang menyerangmu adalah monyet tak berbulu! Bukan kaumku!”

”CSSAAHHH!...!! sekarang apa kau bisa menjelaskan perlakuanmu MENJILAT monyet itu? Bisakah kau menjelaskan mengapa sekarang tikus menjadi besar dan banyak? Bisakah kau menjelaskan mengapa aku mulai memburu kaummu?

”JAWABANNYA ADALAH KARENA BANGSAMU TELAH LUPA AKAN TUGASMU. KAUM MU MENGKHIANATI KAUM KU. KAUM MU BERFOYA FOYA MEMAKAN DAGING SELAIN TIKUS. MENDAPATKANNYA DENGAN MUDAH DARI MONYET ITU. KAUM MU LUPA AKAN TITAH LANGIT YANG DI UTUS KAUM MU. DAN SEKARANG AKU DI SINI, AKAN MEMAKAN KUCING UNTUK MENGHAPUS SAKIT HATI KAUMKU. DENGAN MANGSA SEBESAR KUCING MAKA AKU AKAN TUMBUH BESAR DENGAN CEPAT DAN MAMPU MEMBERANTAS TIKUS SENDIRIAN TANPA BANTUAN KUCING!!”

”aku tidak peduli apa katamu! ” ujar anak kucing

OOOAAAKKK.......
Ular itu memuntahkan sesuatu yang besar dari mulutnya. Bentuknya menyerupai seonggok daging berwarna kunig dan putih.

”ibu.. . ... apa itu ibuku. . . ”anak kucing itu mematung

”apa peduliku? Nampaknya aku lebih bergairah memakanmu. Maka kumuntahkan makan siangku ini agar perutku cukup luas untuk memaskukkanmu ke dalamnya ”

anak kucing mulai mengeluarkan suara kecil yang pelan. Ia sungguh terpukul akan kejadian ini. Ia melihat di depannya terbujur kaku seekor kucing dewasa dengan lendir menyelimuti tubuhnya. Sebagian bulunya mulai terkelupas.

”DAN KAU SELANJUTNYA!!! HRAAAA...!!!”

Anak kucing itu tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Badannya bergetar. Ia tak sanggup melihat jasad ibunya.

CRAATTT!!!

Ular itu menggigit kepalanya. Perlahan anak kucing membuka mata dan kemudian Kepala ular itu jatuh di depannya.

”Woi lihat itu! Aku berhasil ! ”

Seekor monyet tak berbulu mendekati anak kucing dan seekor ular besar yang telah terpotong kepalanya oleh lemparan kapak. Darah segar mengucur dari kepala ular itu.

Anak kucing segera melepaskan cengkraman rahang ular dari kepalanya

”wao untung saja aku berhasil membunuhnya. Kalo tidak, bisa bisa pasar akan gempar haha.”

”meong.. terima kasih! Meong..”

”ular tadi ingin memangsamu ya? Beruntung aku menyelamakanmu” monyet tak berbulu itu kemudian membawa tubuh ular besar. Menarik tancapan kapaknya dan Meninggalkan anak kucing dengan kepala ular itu.

”csshh.... meski aku akan mati tapi kau akan menyusulku .. aku sudah menyuntikkan racunku ke tubuhmu. Sesaat lagi kau akan menyusulku di langit. Haha. Ha.. h... a... . . ”

”tidak akan!” ujarnya sambil menendang kepala ular besar itu.

Anak kucing mulai mendekati jasad induknya. Ia menjilati tubuh induknya yang sudah membiru

”tunggu....”
”ini bukan ibuku, baunya tidak seperti ini! Berarti Ibuku masih hidup!” ujar anak kucing kegirangan. Ia berlari keluar dari rerumputan. Bau induknya semakin dekat dengannya.

Setelah keluar dari rerumputan. Ia melihat tanah lapang berwarna hitam dengan badak badak besi berlalu lalang. Sebuah benda menarik perhatiannya, ia mulai mengendus benda itu. Ia amati dengan seksama.


”..... ibu......”

Ibunya terlentang kaku. Sebagian tubuhnya telah hancur. Terlindas badak besi
Sang anak kucing terus mengeong memanggil manggil ibunya. Berharap ia akan segera bangkit dari tidurnya dan mencarikan ia makanan.

”ibu.. ayo bangun.. sudah saatnya makan siang bu... bangun..”

”jiwanya telah pergi nak. Persilahkan aku untuk mensucikan ibumu” sebuah suara yang tak asing datang dari sebuah pohon besar.

”kau gagak kotor! Mau apa kau dengan ibuku!”

”dia sudah meninggal nak. Jangan buat tugasku menjadi sulit. Menyingkirlah sebelum kau bernasib sama seperti ibumu”

”tidak! Ibuku hanya kelelahan dan tertidur. Sebentar lagi ia akan bangun dan membawakanku makanan”

”baik aku akan menunggumu hingga bosan nak..”

Sang anak kucing tetap setia menunggu ibunya. Ia jilati induknya dengan lembut. Perlahan matanya mulai buram. Kepalanya mulai terhuyung huyung. Ia tidak sadar darahnya terus mengalir dari kakinya. Ia menjilati kembali induknya. Perlahan jilatannya berubah menjadi gigitan. Sang anak kucing yang terlalu lapar akhirnya memakan daging induknya sendiri

”hahahaha...akhirnya kau sadar kau tidak akan hidup jika terus berkutat pada indukmu. Selamat nak! Jiwamu sudah tidak suci lagi..”
”tutup mulutmu! Daripada ibuku berada dalam perutmu. Lebih baik aku memelihara jiwa ibuku di tubuhku!” teriak anak kucing dengan tubuh terhuyung huyung.

”terserah kau saja. Cepat habiskan sebelum membusuk”

Tiba tiba tanah bergetar. Anak kucing melihat dari arah tenggara, seekor badak besi yang besar melaju kencang.

”MEONGG!! Minggir jangan dekati aku dan ibuku!” ujarnya tertatih tatih..

Badak besi itu tidak bergeming dan terus melaju hingga melindas anak kucing itu dengan jasad induknya. Tubuhnya remuk seketika

Sang anak kucing menatap langit sesaat dan memeluk induknya sebelum tubuhnya meregang dan tidak bergerak lagi.

Gagak yang menyaksikan kejadian itu segera terbang mendekati jasad mereka.

”sungguh malang nasibmu nak. Padahal selama perjalananmu kau sudah blajar banyak tentang apa itu pengkhianatan, apa itu seorang penjilat dan apa itu tujuan hidup. Namun ajal terlalu cepat menjemputmu. Sejak awal aku sudah mengincarmu.daging ibumu terlalu pahit untukku. Semoga kau bisa bertemu dengan ibumu di alam sana. Dan persilahkan diriku untuk membersihkan dosa dosa yang telah mengalir dalam darahmu…”

Langit mulai memerah ketika petualangan sang anak kucing mencari induknya telah berakhir. gagak segera mengambil sepotong daging anak kucing itu dan terbang tinggi menghiasi langit merah dengan tubuhnya yang hitam. Meninggalkan jasad seekor anak kucing dan induknya dalam kondisi berpelukan terlindas oleh badak badak besi yang berlalu lalang.

*******************************TAMAT*********************************

Terkadang untuk mempelajari suatu hal, ada kontribusi yang harus kita berikan untuknya. Ketika kita belajar untuk menjadi bersih. kita selalu dibayang bayangi oleh sesuatu yang gelap. Mengingatkan kita akan resiko dalam berbuat. Tak selamanya yang hitam itu kotor dan yan putih itu bersih. Kita akan mengetahui esensi itu ketika kita sadar kondisi orang disekelilingmu. Apa mereka akan memperalatmu atau benar benar tulus menolongmu. Kau akan membutuhkan prinsip yang kuat seperti batu dan dinamis sperti air. Bersikap preventif terkadang akan menolongmu berkutat dalam terpaan pujian.
------------------------------------------( 14-03-10)-----------------------------------------







Tidak ada komentar:

Posting Komentar