Prehistoric Creature for this time is..

Prehistoric Creature for this time is..
Argentavis magnificens, perkenalkan burung terbang paling perkasa sepanjang masa. dengan rentang sayap mencapai 7 meter dan memiliki bobot seberat orang dewasa serta dilengkapi paruh dan cakar sebesar telapak kaki beruang merupakan raptor udara paling menakutkan di masa eosen akhir ( 6 juta tahun yang lalu )

Welcome Future people !

selamat datang orang orang masa depan, jangan sia siakan hidup anda hanya untuk mengkritisi kehidupan. cobalah untuk menikmatinya dan tetap bersanding pada asas moral agar kita bisa menjadi manusia yang benar benar manusia. kritikan harus disertai usaha dan mencari solusi okee ? ..

Sabtu, 22 Januari 2011

Kakek tua dan timbangan berkarat

Malam yang gelap bersambut pagi, mengawali hari sebuah kampung kecil di tengah kota jakarta. Di sebuah rumah kecil yang terbuat dari anyaman rotan, terlihat seorang kakek tua sedang menyalakan lampu ubliknya. Sang kakek Sayu menatap surya yang masih malu menampakkan dirinya. bau menyengat sampah yang mengelilingi kampung ini, tak mengganggu kakek yang telah hidup berpuluh tahun di kampung ini. Perlahan sang kakek tua masuk ke dalam rumah, membawa penerangan untuk melihat ruangan yang gelap. Dilihatnya kedua cucu kakek yang masih anak anak sedang tertidur pulas di lembaran Koran. Sang kakek tersenyum kecil, memperlihatkan gusinya yang sudah tak ditumbuhi gigi. Dengan Perlahan, dia kecilkan api di dalam lampu ublik. Kemudian, si kakek mengenakan peci kecil di kepalanya dan mengambil tas kecil berwarna pink milik cucunya. Langkah kecil nan senyap mengawali hari sang kakek keluar dari rumah, sembari menutup pintu dengan lembut. Sang kakek melihat rumah rumah semi permanen di sekelilingnya, nampaknya warga di sini sudah bersiap mengawali hari mereka.

“kek ahmad.. hati hati di jalan ya kek..” ujar seorang pemulung

“kek… jangan lupa makan…” kata seorang bertubuh kekar di belakangnya

“kek… selalu berdoa di jalan ya…” teriak seorang penarik gerobak sampah dari kejauhan

“iya nak… terima kasih, semoga kalian dilimpahkan rejeki dan kesehatan oleh Allah SWT, kakek mau berangkat dulu… assalamualaikum..” ujar si kakek tertatih tatih.

“wa’alaikumsalam…”

Kek ahmad berjalan meninggalkan kampung kecilnya, menyebrangi jalan kota yang masih lenggang oleh manusia. Sesaat ia teringat akan kedua cucunya di rumah, namun kek ahmad harus bekerja untuk menghidupi sisa keluarganya. Kek ahmad berjalan menyusuri kampung kampung kecil yang terselip di antara gedung gedung tinggi, menawarkan jasa dan pengalaman yang ia punya. Dibukanya tas pink yang ia panggul dan mengeluarkan sebuah timbangan badan yang telah berkarat sebagian.

“timbang badan… tensi darah…..” teriak kek ahmad sambil menyusuri gang kecil.

Tak ada hal lain yang bisa dilakukan sang kakek. Meski jasa yang ditawarkannya telah berada di tepi zaman, kek ahmad tetap bersemangat menjalaninya sebagai penjual jasa menimbang badan dan mengukur tensi darah.

“kek ahmad… kemari kek….” Ucap seorang wanita tua berkerudung dari sebuah rumah

“eh… bu haji……” balas kek ahmad.

Bu haji membukakan pagar dan mempersilahkan kek ahmad masuk ke teras rumahnya. Kek ahmad berjalan pelan memasuki rumah sambil mempersiapkan timbangan badan, dan alat ukur tensi darah dari dalam tas. Bu haji menapakkan kakinya di atas timbangan tua milik kakek.

“60 kilogram bu haji…alhamdulilah,”

“iya kek. Kek, babe juga mau diukur tensi darahnya..”

“iya bu haji…” ujar kek ahmad sambil mempersiapkan alat ukur tensi darah

Kek ahmad membuka sarung alat tensi, mengalungkannya di lengan babe yang duduk di kursi goyang. Tangannya yang sudah terlatih beserta pengalamannya selama 20 tahun membuat kek ahmad begitu cekatan. Dipompanya bola karet yang tersambung dengan alat tensi dan kek ahmad melihat angka yang ditunjuk jarum ukur.

“140 / 80 be.. normal…..alhamdulilah..”

“alhamdulilah… ni kek, ambil semuanya..” ujar babe sambil menyodorkan lembaran 10 ribu rupiah

“alhamdulilah… terima kasih be…, semoga selalu diberi kesehatan dan kelimpahan rejeki oleh Allah SWT..”

“iya kek.. amin, amin..”

Kek ahmad memang bukanlah seorang lulusan sarjana kesehatan, semuanya ia dapat secara otodidak. Namun pengalaman dan kegigihannya untuk terus belajar membuat kek ahmad piawai menggunakan alat tensi darah dan melihat kesehatan pelanggannya melalui alat itu. Dengan hati senang, kek ahmad meninggalkan rumah bu haji dan kembali melanjutkan perjalanan mencari nafkah di luasnya Jakarta. Di tengah jalan, kek ahmad menawarkan jasanya kepada seorang wanita muda.

“timbang badan.. tensi darah….,mau timbang badan mbak?”

“enggak pak terima kasih…”

“mari bu…”

“mari pak….”

Meski kini puskesmas lebih dipilih masyarakat, kek ahmad tetap gigih menjalankan pekerjaannya yang sudah tak seramai dulu. Disusurinya setiap gang yang ia temui, menawarkan jasanya kepada siapapun yang ia temui. Kek ahmad tetap bangga menjalankan pekerjaan dan ilmunya. Karena, ia masih memiliki harga diri daripada mengemis di pinggir jalan.

“timbang badan.. tensi darah… bu mau timbang badan?”

“boleh kek….” Ujar si ibu dan menapakkan kakinya di atas timbangan

“45 kilogram bu, alhamdulilah…”

“iya.. terima kasih kek..” ujar si ibu sambil menyodorkan uang 500 perak

“terima kasih bu, alhamdulilah..”

Kek ahmad selalu percaya bahwa rezeki telah diatur oleh yang maha kuasa, rezeki akan selalu ada dan dibagi rata kepada semua makhluknya. Berapapun yang diterima, kek ahmad tetap bersyukur menerimanya. Setelah melayani ibu tadi, kek ahmad kembali melanjutkan perjalanan.

Di tengah perjalanan, perut kek ahmad mulai bergetar merasa lapar. Ia mendatangi sebuah warung yang berada di pinggir jalan. Tubuhnya yang mulai ringkih duduk di sebuah kursi panjang di dalam warung.

“bu.. nasi tempe satu.. bubur ayam 2, dibungkus.. saya bawa tempatnya”

“iya pak, tunggu ya…” ucap ibu pemilik warung

Kek ahmad menikmati makanan dari hasil jerih payahnya itu, ia bersyukur dapat makan hari ini, dan yang terpenting, kedua cucunya bisa makan bubur ayam favorit mereka.

“buat siapa pak bubur ayamnya?” ujar ibu pemilik warung sambil mengusap wadah kek ahmad dengan lap

“buat cucu bu… mereka suka daging, jarang sekali saya bisa membelikan daging untuk mereka”

“oh… tinggalnya dimana pak?”

“di depok bu…”

“ ini pak bubur ayamnya, masih hangat. Perjalanan bapak kan jauh, jadi saya dobeli biar ketika bapak sampai, insya Allah masih hangat”

“terima kasih bu, semoga selalu diberi kesehatan dan rejeki yang melimpah oleh Allah SWT”

“Amin pak…”

Kek ahmad berlalu meninggalkan warung, sang ibu pemilik warung melihat kakek dari kejauhan sambil menghela nafas panjang. mendoakan keselamatan kakek yang berjuang di tengah teriknya Jakarta. Dalam perjalanan kakek ahmad melihat sebuah insiden yang mengejutkannya. Seorang pemuda di tepi jalan dirampas dompetnya oleh 2 orang yang mengendarai sepeda motor.

“jambrettt jambreettt !!! ujar pemuda itu

Kejadian itu begitu cepat berlalu, si pemuda tertunduk lesu. Dompetnya yang berisi uang sejumlah 1 juta rupiah hasil jerih payahnya selama dua bulan ini, raib dicuri orang. meski di sekelilingnya terdapat banyak orang, mereka acuh tak acuh terhadap nasib pemuda itu. Kek ahmad yang merasa iba menghampiri si pemuda.

“nak… yang tabah ya… ini kakek ada sedikit rejeki buat naik angkot”

“umm.. iya kek terima kasih…..”

“berapa nak isi dompetnya?”

Emm.. satu juta pak, padahal anak istri saya menunggu di rumah.. saya nggak tahu lagi harus gimana, itu uang untuk hidup saya beberapa bulan ke depan.."

“di dekat sini ada kantor polisi nak, mari kakek antar melapor..”

“iya pak.. terima kasih..”

Sang kakek menunda perjalanannya dan mengantar pemuda itu ke kantor polisi untuk melapor. Sesampainya di sana, si pemuda mengurus kasusnya sementara sang kakek melaksanakan sholat dzuhur di mushola. Tak lama berselang, si pemuda keluar dari kantor polisi dan menjumpai sang kakek sedang berdoa di dalam mushola. Dengan sabar pemuda itu menunggu si kakek menyelesaikan ibadah.

“kek.. terima kasih ya… saya tidak tahu lagi harus bilang apa..” ujar si pemuda sambil menyalami kakek

“iya nak.. yang tabah ya.. ini cobaan dari Allah SWT, semoga kamu bisa lebih kuat setelah ini”

“iya kek… saya pulang dulu ya kek… assalamualaikum”

“waalaikumsalam Wr. Wb nak…”

Pemuda itu berlalu meninggalkan kantor polisi, sementara kek ahmad kembali melanjutkan perjalanannya menyusuri gang kecil di sekitar polres, sambil terus meneriakkan jasanya kepada warga yang membutuhkan.

“timbang badan… tensi darah…….”

“pak.. tensi darah..” ujar seorang pria di balik rumah

“iya pak… sebentar, saya kesana..”

Kek ahmad membuka tas pink miliknya. Betapa kagetnya ia karena tak menemukan alat tensi darah miliknya, yang ada hanya timbangan tuanya yang berkarat. Kek ahmad menenangkan dirinya, sementara pria di dalam rumah sudah tidak sabar menunggu si kakek.

“umm.. maaf nak.. sepertinya kakek lupa bawa alat tensi kakek..”

“wah.. gimana sih kakek.. mulai pikun ya…”

“iya nak.. kakek sudah agak pikun.. timbang badan saja gimana nak?”

“wah enggak kek.. itu namanya memang pikun.. timbangannya jelek, karatan. nanti kaki saya kena tetanus” cibir pria itu

“iya maafin kakek ya nak.. terima kasih, kakek permisi dulu.. assalamualaikum..”

“ya ya.. wa’alaikumsalam”

Kek ahmad tidak menyadari akan kehilangan alat tensi yang sudah mencari nafkah bersamanya selama ini. Ia tak mau su’udzon terhadap pemuda tadi. Dihilangkannya fikiran negatifnya itu. Kek ahmad menyadari akan cobaan yang sama dihadapinya dengan pemuda tersebut, jadi ia berusaha tabah seperti apa yang dikatakannya. Sambil tersenyum kek ahmad tersu berjalan menyusuri jalan, bersama timbangan berkaratnya yang tersisa.

_____________________________________________________________

Hari mulai sore, kek ahmad nampak kelelahan. Ia berfikir untuk menyudahi pekerjaannya hari ini dan segera pulang menjumpai cucu kesayangannya di rumah. Perjalanan kek ahmad terhenti di sebuah masjid besar di depannya, Ia menyempatkan diri untuk menunaikan sholat ashar di masjid. Kek ahmad dengan khusyuk menjalankan ibadah kemudian berdoa dan berterima kasih kepada Allah SWT atas rezeki dan cobaan yang ia terima hari ini. Kek ahmad dengan ikhlas dan tabah, menerimanya sebagai jalan menuju orang shalih. Ketika sedang berdoa, seseorang menepuk punda kek ahmad.

“kakek.. kek ahmad ya..?”

“iya nak… ada perlu apa?’

“begini kek, ada waktu sebentar tidak? Saya mau ngobrol dengan kakek. Tapi di teras masjid saja ya pak? Di sini bisa menganggu yang lain”

“iya nak.. “ ujar kek ahmad, kemudian keduanya berjalan menuju teras masjid.

“begini kek.. saya sudah mendengar banyak informasi dari warga sekitar kalau bapak ini penjual jasa menimbang badan dan mengukur tensi darah, apakah itu benar?”

“benar nak.. nak mau nimbang badan? Tapi Alat ukur saya ketinggalan di rumah nak”

“enggak kek, nggak usah.. saya dokter dari puskesmas dekat kampung bapak”

“apa nak mau menyuruh saya untuk berhenti dari pekerjaan ini? Maaf nak, Cuma ini keahlian kakek untuk bisa menyambung hidup…”

“tidak kek.. justru sebaliknya, pengalaman kakek tentu akan sangat berguna jika kakek mau bekerja di puskesmas”

“apa benar itu nak?? Nak dokter mau mempekerjakan saya di puskesmas??”

“iya kek.. benar.. Maaf kalau saya menganggu ya kek..”

“enggak nak.. justru kakek bahagia sekali, dari dulu kakek ingin sekali bekerja di instansi kesehatan.. kakek ingin sekali bisa menolong orang banyak di sana… dan…. Kakek ingin sekali naik haji dan bisa menyekolahkan cucu cucu kakek”

“iya kek semoga itu semua bisa terkabul, yang jelas Allah SWT telah berkehendak. Kakek akan mendapatkan tempat layak di puskesmas dan tak perlu repot repot berjalan menyusuri kota untuk menawarkan jasa kakek, para pasien lah yang akan menghampiri kakek..”

“terima kasih ya Allah.. terima kasih nak…” ujar kek ahmad sambil terisak isak menyalami tangan dokter muda itu.

“umm hari sudah sore, tentu kakek mau pulang menemui cucu kesayangan kakek kan? Mari kek saya antar naik mobil saya..”

“iya nak terima kasih, tapi kakek masih ada urusan.. nggak mau merepotkan nak dokter…”

“umm.. oke kalau begitu kek. Kami tunggu besok ya kek.. kakek datang jam 7 pagi, langsung masuk saja. Semua sudah kenal kakek.. ya sudah kek, assalamualaikum”

“wa’alaikumsalam nak..” kek ahmad mengusap butir air yang mengucur dari matanya

.

Dokter itu berlalu meninggalkan kakek ahmad. Senyum simpul merekah di wajah keriput kek ahmad. Dia bersujud syukur, semuanya seperti keajaiban. Kehilangan yang ia miliki digantikan oleh Allah SWT dengan mimpi yang menjadi kenyataan. Sambil membawa bubur ayam yang mulai dingin itu, kek ahmad melanjutkan perjalanannya.

Sebelum pulang, kek ahmad menyempatkan diri ke toko alat alat kesehatan yang berada di pinggir jalan raya. Ia ingin menyewa alat tensi darah di sana. Sang pemilik sudah kenal betul dengan kek ahmad. Sebelum memiliki alat tensinya sendiri, kek ahmad selalu menyewa di sini.

“nak.. kakek sewa lagi ya alat tensinya, punya kakek hilang..”

“ya Allah.. kok bisa kek? Umm yaudah ni kek saya pinjami secara Cuma Cuma. Kakek kan sudah seperti bapak saya sendiri”

“terima kasih ya nak.. semoga Allah SWT melimpahkan rezeki dan kesehatan buat nak saleh..”

“iya kek… terima kasih banyak”

Sang kakek berlalu meninggalkan toko itu. namun langkahnya terhenti sejenak, Seseorang yang Nampak ia kenal sedang berada di toko itu. Penasaran, sang kakek kembali dan mendekatinya. namun Betapa kagetnya kek ahmad, rupanya orang itu adalah pemuda yang ditolongnya tadi. Ia telah menjual alat tensi darahnya kepada saleh. Sontak, pemuda itu kaget melihat kehadiran kek ahmad kemudian lari menyebrang jalan raya. Kek ahmad yang tertatih tatih segera menyusulnya

“nak…. Terima kasih….!! “ teriak kek ahmad

“Kakek… awas !!!!!!.........” teriak pemuda itu dari seberang

Sebuah truk besar menabrak tubuh ringkih kakek. Sang supir yang ketakutan segera menaikkan kecepatan truknya, dan meninggalkan kakek ahmad yang terluka di pinggir jalan. Orang orang yang melihatnya segera menolong kek ahmad yang terluka dan segera melarikannya ke rumah sakit. Sementara pemuda itu kebingungan, lalu melempar uangnya ke jalan dan berlari meninggalkan kerumunan.

______________________________________________________

“kakek..kek ahmad.. bangun kek.. waktunya bekerja..”

Kek ahmad terbangun, ia mengusapkan kedua bola matanya dan melihat banyak orang di depannya.

“kek.. saya mau ukur tensi darah saya..”

“kek saya juga…”

“kek.. saya mau timbang badan…”

“kakek ahmad kan yang terbaik di sini…saya juga ya kek”

Kakek ahmad tersenyum melihatnya, tak sadar dirinya telah berlinang air mata. Di ambilnya alat tensi darah dan timbangannya, Semuanya bersih seperti baru. Kemudian, kek ahmad dengan senang hati melayani orang orang yang berpakaian putih itu.

anak kucing dan realita


Alkisah hiduplah seekor anak kucing yang tinggal di sebuah kolong sampah di sebuah pasar ikan. Anak kucing itu hidup bersama induknya. Setiap hari ia makan di tempat yang sama , yaitu tempat pembuangan sampah. Setiap pagi sang induk membawa anaknya menuju tempat sampah untuk makan. Suatu ketika anaknya bertanya kepada induknya

”ibu mengapa manusia membuang makanan makanan lezat ini?”
Sang ibu menjawabnya dengan pelan.

” Mereka adalah makhluk yang senang menyia nyiakan rezeki.”

”tapi bu. Karena perbuatan buruk mereka kita tidak perlu lagi mencari tikus kan bu?.”

”Anakku, Memang kita hidup makmur saat ini. tapi sesungguhnya ibu malu. Sangat malu,. Ibu tidak mampu lagi mengajarimu untuk menjadi seekor kucing sejati.”
Jawab sang ibu sambil menatap langit.

Sang anak yang masih penasaran kembali bertanya kepada induknya.
”Seperti apakah kucing sejati itu bu?.”

Sang ibu terdiam. Lalu menatap wajah anaknya dan mulai menjilati dahinya.
” Kelak kau akan dituntun nalurimu untuk mengetahui siapakah kita sebenarnya”.
Ujar sang ibu lagi

Anak kucing itu masih bertanya tanya dalam hatinya. Ia sungguh tidak sabar. Namun ia tidak memikirkan itu lagi ketika induknya mengambil sepotong ikan pindang kesukaannya. Dengan lahap anak kucing itu melahapnya. Sang ibu tersenyum dan selalu berkata. ”cepat habiskan makananmu supaya kau cepat besar. Dan bisa merawat dirimu sendiri”
Sang anak tersenyum kepada ibunya. Dan ia kembali melahap potongan terakhir pindang kesukaannya

******************************************************

Di suatu pagi yang cerah. Sinar matahari mulai mengintip celah sebuah kardus tua. Perlahan anak kucing terbangun karena merasakan sesuatu yang hangat menerpa kelopak matanya. Tak lama Ia menguap dan mengatup katupkan rahangnya seraya merasakan ujung lidah dan mengusap wajahnya dengan tangan mungilnya. Kesadarannya mulai kembali dari alam mimpi, ia pun melihat sekelilingnya

”mana ibuku?”

Anak kucing itu kemudian berjalan ke arah tempat sampah, berharap dapat menemukan ibunya dengan sepotong ikan pindang kesukaannya. Tak lama berselang langkahnya terhenti di tempat tujuannya. Ia melihat seekor kucing dengan belang kuning dan putih sedang mengais ngais sampah.

”ibu... apa ada makanan untukku?”
Perlahan kucing itu menoleh. Lalu membawa seekor ikan di mulutnya. Ia menatap wajah anak kucing itu.

”cari sendiri makananmu nak.”

”ha? Ibu ada apa denganmu?”

”aku bukan ibumu. Gunakan hidungmu dengan baik. Untuk apa kau terlahir dengan penciuman yang baik. Di pasar ini aku menemukan 5 kucing yang mempunyai warna sama persis denganku” ujar kucing itu.
Sang anak kucing mulai membau sesuatu yang berbeda. Dan ia sadar itu bukan bau induknya.

Kucing yang disangka induknya itu kemudian berlari, melompat di antara lapak lapak dan kemudian menghilang di antara kursi kayu.

Sang anak kucing tertegun
Aku harus gunakan hidungku untuk menemukan ibuku. Fikirnya.

Perlahan ia kembali berjalan menyusuri lorong pasar. Kemudian ia menemukan seekor kecoa sedang berlari dengan ke enam kakinya sambil membawa remah roti di mulutnya.
Sang anak kucing berlari mengejarnya lalu dengan sekali lompatan ia mencengkram kecoa itu dengan kedua telapak tangannya. Sang kecoa memohon kepada anak kucing

”ampun, beribu ribu ampun. Tolong jangan makan aku, aku hanya makhluk kecil yang rapuh. Rasaku tidak enak. Jika kau makan aku kau akan sakit perut. Percayalah kepadaku”

”kecoa aku tidak akan memakanmu. Aku hanya ingin bertanya dimanakah ibuku, apakah kau melihatnya?”

”ampun kucing. Hamba hanya memiliki sepasang mata yang rabun dan buruk. Makhluk hina sepeti hamba hanya mampu membedakan mana yang enak dan tidak enak”

”jadi kau tidak tahu di mana ibuku? Sahut si kucing

”jika hamba memberitahu apakah hamba akan dilepaskan?”

”tentu saja” kata anak kucing

”baik, tadi ketika ku memungut remah roti ini. Aku merasakan derap langkah seekor kucing dari kedua sungutku. Dan sepertinya aku mendapat gambaran itu ibumu!”kata si kecoa

”sungguh? Apa berwarna kunig dan putih?”

”ya!! Itu dia!!. Sekarang tolong lepaskan hamba”

Sang anak kucing melepaskan cengkramannya terhadap kecoa. Kemudian kecoa berlari menjauhi anak kucing .sang kecoa berbalik menatap si anak kucing

”Kau tahu? Mengapa jenismu begitu lemah di dunia ini? Karena jenismu begitu sombong dengan kekuatan dan naluri yang kalian miliki. Kalian terlalu membanggakan ukuran dan melupakan seberapa pentingkah ukuran dan dimensi hidupmu. tak kusangka, seorang anak predator tertinggi di tempat ini begitu mudah ditipu olehku. Kau bahkan tak lebih baik dari anak anakku yang sudah mampu hidup sendiri ketika lahir. Tidak sepertimu yang masih merengek mencari ibumu. Pantas saja bangsa kucing banyak yang punah. Sementara kami? Sepanjang sejarah leluhurku bangsa kecoa telah banyak melihat dinasti makhluk makhluk adidaya hancur. Kadal raksasa, kucing raksasa. Apa ukuran merupakan segalanya? Khah.. makhluk kecil seperti kami lebih pantas terus hidup di bumi. kami tidak perlu memakan tempat untuk tetap lestari. Kau akan menunggu giliranmu punah karena monyet tak berbulu.. Dan kami tinggal menunggu monyet tak berbulu itu melakukan kesalahan yang memusnahkan jenisnya sendiri. Hahaha!”

Anak kucing itu langsung naik pitam dan mengejar kecoa itu. Dengan sigap ia menancapkan kuku kuku tajam ke arahnya.perlahan ia membuka genggamannya dan mendapati tidak menangkap apapun. Kecoa itu rupanya telah memasuki celah sempit yang tidak bisa ia lihat dengan mata telanjang

Dengan penuh kekesalan, anak kucing itu kembali melanjutkan pencarian ibunya dengan hidung yang menuntunnya dan perut yang mulai berbunyi. Akhirnya ia sampai di ujung lorong dan melihat langit luas dan tiang tiang yang berjajar rapi terhubung oleh benda panjang berwarna hitam

Anak kucing itu melihat sekelibat benda hitam menutup cahaya matahari sesaat. Hal itu membuat sang anak kucing ketakutan dan bersembunyi. Perlahan ia mulai mengamati benda hitam itu dengan mengintip dan menyeringai seraya mempertahankan diri.

”tenanglah nak. Aku tidak akan memakanmu”

”makhluk apa kau..?” kata anak kucing mulai tenang

”oh. Jadi kau tidak pernah melihatku seumur hidupmu?”

”tidak.. apa kau tahu ibuku?”

”mengapa kau bertanya itu kepadaku?” ujar makhluk itu. ia merentangkan sayap hitamnya dan membuka paruh tajamnya. Perlahan ia meluncur terbang ke sebuah tiang yang lebih rendah. Dan mendapati seekor anak kucing kecil yang bertanya kepadanya. Sang anak kucing mulai memberanikan diri untuk menatap langsung makhluk itu.

”aku adalah burung gagak. Aku diutus oleh langit untuk membersihkan dosa jiwa jiwa yang telah mati. Lalu mengapa makhluk kecil sepertimu berkeliaraan tanpa perlindungan?
”wahai burung gagak yang baik. Aku hanya ingin bertanya dimana ibuku?” ujar anak kucing mulai tidak sabar.

”apa penting aku menjawab pertanyaanmu?pantas saja kau tak pernah melihatku. Rupanya indukmu tak pernah mengajakmu keluar dari tempat bau itu. kau makhluk yang kecil dan rapuh. Kau sungguh beruntung aku tidak diutus langit sebagai pemakan daging segar. Yang kumakan hanya jiwa jiwa mati seperti yang kucengkram ini” sahut gagak sambil mencabik daging berwarna hitam di kakinya.

”apa yang kaumakan itu? Boleh aku meminta sepotong saja. Aku sangat lapar..”

”ini adalah daging burung gagak. Apa kau masih menginginkannya?”

Sang anak kucing terkejut sekaligus takut. Ia mulai memberanikan diri untuk bertanya kembali. Ia mulai berfikir bahwa burung gagak adalah makhluk yang kejam.

”mengapa kau memakan sesamamu?.. itu sungguh mengerikan...” ujar sang anak kucing pelan.

”ketika kau mengetahui apa yang harus kau lakukan. Maka, tidak ada batasan yang cukup jelas bagimu di dunia ini. Kelak kau akan mengetahui mengapa dunia ini begitu kejam.kau harus mampu meniadakan hukum yang berlaku ntuk tetap hidup. Suatu saat Kau harus sadar. Makhluk suci sepertimu kelak akan menjadi jiwa yang menimbun dosa. Lalu aku akan membersihkan dosamu dengan memakan dagingmu secuil demi secuil.”.

”tidak akan! Kau pasti akan dibunuh terlebih dahulu oleh ibuku yang lebih besar darimu. Kau tidak akan sempat memakanmu. Hai burung gagak! Langit itu biru. Langit itu bersih! Tidak sepertimu yang hitam dan kotor! Jika aku besar nanti aku bersumpah akan menjatuhkanmu dari tiang itu.!”
ujar Sang anak kucing mulai marah dan menggeram ke burung gagak

burung gagak itu berkoak dengan keras. Memekakkan telinga sang anak kucing

”dunia ini tidak sebersih yang kau kira nak. Sebiru apapun langit. Suatu saat ia akan menghitam dan menangis. Dan seberapa kuatnya ibumu suatu saat langit akan mengutusku untuk mengantar jiwa ibumu ke surga. Dan sehitam apapun buluku kau akan mengetahui bahwa hitam tak selalu kotor. Pergilah cari ibumu. Kau belum cukup mengetahui kejamnya hidup ini”
Perlahan gagak mulai mengepakkan sayapnya dan terbang ke arah timur. Kepakkan sayapnya memantulkan sedikit cahaya matahari ke mata sang anak kucing

Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa beberapa detik yang lalu ia menyaksikan si burung gagak bercahaya. Apa benar hitam tak selalu kotor? Tanya sang anak kucing dalam hatinya. Ia sungguh kalut. Makhluk makhluk yang ia temui selalu mencela pendapatnya. Ia mulai gusar mengingat pernyataan dari kecoa dan burung gagak. Perlahan ia mulai merenung untuk apakah tujuannya hidup di dunia ini jika tubuh ini terlalu lemah untuk hidup. Dan untuk apa hidup jika suatu saat harus berakhir di perut gagak.

Ia tidak menyangka. Perjalanannya untuk mencari induknya telah membuatnya harus berfikir panjang. Perlahan ia mulai menenangkan diri. Menjilat seluruh tubuhnya dan tetap fokus pada tujuannya mencari induknya. Ia mulai meyakinkan dirinya untuk tetap mencari induknya.

”ibuku pasti akan kutemukan. Lalu ibu akan menghadiahi ikan pindang kesukaanku karena aku telah berhasil menemukannya. Aetelah itu aku mendapat pelukan hangat olehnya. lalu aku akan menceritakan kisahku selama perjalanan bertemu kecoa bodoh dan burng gagak kotor. Ibuku pasti senang. Aku yakin itu”

Sang anak kucing kembali melanjutkan perjalanan. Bau induknya mulai menuntunnya memasuki rerumputan tinggi. Ia merasa ketakutan dengan tempat asing itu. Namun semangatnya untuk menemui induknya lebih besar dari rasa takutnya.

Dengan hati hati ia memasuki rerumputan tinggi, memulai langkah pasti. Pelan pelan memijakkan kaki mungilnya ke tanah. dengan rumput rumput membayangi cahaya matahari ke arahnya.

Telinganya bergetar. Merasakan ada sesuatu gerakan yang mencurigakan.

Sejurus kemudian sebuah mulut besar mendatanginya dengan kecepatan tinggi dari arah samping.

”MEEOOONNGG!!!” ia melompat menghindari serangan.

Mulut besar itu kemudian kembali menghilang diantara rerumputan.

”SIAPA DI SANA....!” teriak anak kucing mulai ketakutan. Ia mulai bernafas dengan cepat. Jantungnya berdegup kencang.

”srak.. srak....” rerumputan kembali bergoyang. Membuat sang anak kucing kembali waspada. Mata dan telinganya berputar ke segala arah.

”GRAAAAAA!!!” mulut itu kembali datang mencoba menerkamnya.

CTASSS!!. Anak kucing itu terhempas ke tanah. Tak lama Kemudian ia bangkit. Nafasnya terengah engah. Ia melihat kaki belakangnya mulai mencucurkan darah. Ketakutan mulai menyelimuti tubuhnya

”csshh......”
Makhluk itu mulai menampakkan dirinya. Bertubuh panjang dan memilik mata yang tajam. Lidahnya menjulur julur seolah olah ingin mencicipi darah yang membekas di kaki anak kucing itu

”HRRRR...!!” anak kucing mulai menggeram. Antara marah dan ketakutan.

“HA…HAAA… hai kucing senang berjumpa denganmu lagi…..”
Ujar ular itu sambil terus mendesis

” mau apa kau! Jangan mencoba menggigitku lagi atau aku akan mencakarmu! ”

”cakar? Kau bahkan tidak memiliki cakar. Lihat taringmu yang tumpul itu. Apa kaugunakan untuk menggiling rerumputan. Sungguh jelek sekali bentuknya. Itu yang kau namakan taring? Bagaimana dengan punyaku?”
ujar sang ular sambil membuka rahangnya lebar lebar. Memperlihatkan kedua taring panjangnya. Meneteskan sedikit darah dari anak kucing

”ular! Bukankah mangsamu adalah tikus! Bukan kucing sepertiku! Itu kata ibuku!”

”ibumu..? tahu apa ibumu?? Aku bahkan tidak pernah mengenal siapa IBUKU!!
CSSSSHH....”

”lalu mengapa kau menyerangku?!”

”kucing bodoh... biar kuceritakan. Dahulu leluhurmu dan leluhurku adalah pembasmi populasi tikus. Kita bekerjasama membasmi tikus. Kita mendapat titah dari langit untuk menciptakan keseimbangan. Namun KAU, BANGSAMU. Beberapa abad silam BANGSAMU bersekutu dengan MONYET TAK BERBULU. Kaum mu mendapat perlakuan dan kenikmatan dari MONYET ITU. BANGSAMU LUPA DENGAN TUGASMU. Saat salah satu leluhurku mengingatkan tugas kita di dunia ini .tapi SEKUTUMU itu malah MEMBUNUHnya. DAN KISAH ITU turun temurun menciptakan dendam terhadap kaumku.

”yang menyerangmu adalah monyet tak berbulu! Bukan kaumku!”

”CSSAAHHH!...!! sekarang apa kau bisa menjelaskan perlakuanmu MENJILAT monyet itu? Bisakah kau menjelaskan mengapa sekarang tikus menjadi besar dan banyak? Bisakah kau menjelaskan mengapa aku mulai memburu kaummu?

”JAWABANNYA ADALAH KARENA BANGSAMU TELAH LUPA AKAN TUGASMU. KAUM MU MENGKHIANATI KAUM KU. KAUM MU BERFOYA FOYA MEMAKAN DAGING SELAIN TIKUS. MENDAPATKANNYA DENGAN MUDAH DARI MONYET ITU. KAUM MU LUPA AKAN TITAH LANGIT YANG DI UTUS KAUM MU. DAN SEKARANG AKU DI SINI, AKAN MEMAKAN KUCING UNTUK MENGHAPUS SAKIT HATI KAUMKU. DENGAN MANGSA SEBESAR KUCING MAKA AKU AKAN TUMBUH BESAR DENGAN CEPAT DAN MAMPU MEMBERANTAS TIKUS SENDIRIAN TANPA BANTUAN KUCING!!”

”aku tidak peduli apa katamu! ” ujar anak kucing

OOOAAAKKK.......
Ular itu memuntahkan sesuatu yang besar dari mulutnya. Bentuknya menyerupai seonggok daging berwarna kunig dan putih.

”ibu.. . ... apa itu ibuku. . . ”anak kucing itu mematung

”apa peduliku? Nampaknya aku lebih bergairah memakanmu. Maka kumuntahkan makan siangku ini agar perutku cukup luas untuk memaskukkanmu ke dalamnya ”

anak kucing mulai mengeluarkan suara kecil yang pelan. Ia sungguh terpukul akan kejadian ini. Ia melihat di depannya terbujur kaku seekor kucing dewasa dengan lendir menyelimuti tubuhnya. Sebagian bulunya mulai terkelupas.

”DAN KAU SELANJUTNYA!!! HRAAAA...!!!”

Anak kucing itu tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Badannya bergetar. Ia tak sanggup melihat jasad ibunya.

CRAATTT!!!

Ular itu menggigit kepalanya. Perlahan anak kucing membuka mata dan kemudian Kepala ular itu jatuh di depannya.

”Woi lihat itu! Aku berhasil ! ”

Seekor monyet tak berbulu mendekati anak kucing dan seekor ular besar yang telah terpotong kepalanya oleh lemparan kapak. Darah segar mengucur dari kepala ular itu.

Anak kucing segera melepaskan cengkraman rahang ular dari kepalanya

”wao untung saja aku berhasil membunuhnya. Kalo tidak, bisa bisa pasar akan gempar haha.”

”meong.. terima kasih! Meong..”

”ular tadi ingin memangsamu ya? Beruntung aku menyelamakanmu” monyet tak berbulu itu kemudian membawa tubuh ular besar. Menarik tancapan kapaknya dan Meninggalkan anak kucing dengan kepala ular itu.

”csshh.... meski aku akan mati tapi kau akan menyusulku .. aku sudah menyuntikkan racunku ke tubuhmu. Sesaat lagi kau akan menyusulku di langit. Haha. Ha.. h... a... . . ”

”tidak akan!” ujarnya sambil menendang kepala ular besar itu.

Anak kucing mulai mendekati jasad induknya. Ia menjilati tubuh induknya yang sudah membiru

”tunggu....”
”ini bukan ibuku, baunya tidak seperti ini! Berarti Ibuku masih hidup!” ujar anak kucing kegirangan. Ia berlari keluar dari rerumputan. Bau induknya semakin dekat dengannya.

Setelah keluar dari rerumputan. Ia melihat tanah lapang berwarna hitam dengan badak badak besi berlalu lalang. Sebuah benda menarik perhatiannya, ia mulai mengendus benda itu. Ia amati dengan seksama.


”..... ibu......”

Ibunya terlentang kaku. Sebagian tubuhnya telah hancur. Terlindas badak besi
Sang anak kucing terus mengeong memanggil manggil ibunya. Berharap ia akan segera bangkit dari tidurnya dan mencarikan ia makanan.

”ibu.. ayo bangun.. sudah saatnya makan siang bu... bangun..”

”jiwanya telah pergi nak. Persilahkan aku untuk mensucikan ibumu” sebuah suara yang tak asing datang dari sebuah pohon besar.

”kau gagak kotor! Mau apa kau dengan ibuku!”

”dia sudah meninggal nak. Jangan buat tugasku menjadi sulit. Menyingkirlah sebelum kau bernasib sama seperti ibumu”

”tidak! Ibuku hanya kelelahan dan tertidur. Sebentar lagi ia akan bangun dan membawakanku makanan”

”baik aku akan menunggumu hingga bosan nak..”

Sang anak kucing tetap setia menunggu ibunya. Ia jilati induknya dengan lembut. Perlahan matanya mulai buram. Kepalanya mulai terhuyung huyung. Ia tidak sadar darahnya terus mengalir dari kakinya. Ia menjilati kembali induknya. Perlahan jilatannya berubah menjadi gigitan. Sang anak kucing yang terlalu lapar akhirnya memakan daging induknya sendiri

”hahahaha...akhirnya kau sadar kau tidak akan hidup jika terus berkutat pada indukmu. Selamat nak! Jiwamu sudah tidak suci lagi..”
”tutup mulutmu! Daripada ibuku berada dalam perutmu. Lebih baik aku memelihara jiwa ibuku di tubuhku!” teriak anak kucing dengan tubuh terhuyung huyung.

”terserah kau saja. Cepat habiskan sebelum membusuk”

Tiba tiba tanah bergetar. Anak kucing melihat dari arah tenggara, seekor badak besi yang besar melaju kencang.

”MEONGG!! Minggir jangan dekati aku dan ibuku!” ujarnya tertatih tatih..

Badak besi itu tidak bergeming dan terus melaju hingga melindas anak kucing itu dengan jasad induknya. Tubuhnya remuk seketika

Sang anak kucing menatap langit sesaat dan memeluk induknya sebelum tubuhnya meregang dan tidak bergerak lagi.

Gagak yang menyaksikan kejadian itu segera terbang mendekati jasad mereka.

”sungguh malang nasibmu nak. Padahal selama perjalananmu kau sudah blajar banyak tentang apa itu pengkhianatan, apa itu seorang penjilat dan apa itu tujuan hidup. Namun ajal terlalu cepat menjemputmu. Sejak awal aku sudah mengincarmu.daging ibumu terlalu pahit untukku. Semoga kau bisa bertemu dengan ibumu di alam sana. Dan persilahkan diriku untuk membersihkan dosa dosa yang telah mengalir dalam darahmu…”

Langit mulai memerah ketika petualangan sang anak kucing mencari induknya telah berakhir. gagak segera mengambil sepotong daging anak kucing itu dan terbang tinggi menghiasi langit merah dengan tubuhnya yang hitam. Meninggalkan jasad seekor anak kucing dan induknya dalam kondisi berpelukan terlindas oleh badak badak besi yang berlalu lalang.

*******************************TAMAT*********************************

Terkadang untuk mempelajari suatu hal, ada kontribusi yang harus kita berikan untuknya. Ketika kita belajar untuk menjadi bersih. kita selalu dibayang bayangi oleh sesuatu yang gelap. Mengingatkan kita akan resiko dalam berbuat. Tak selamanya yang hitam itu kotor dan yan putih itu bersih. Kita akan mengetahui esensi itu ketika kita sadar kondisi orang disekelilingmu. Apa mereka akan memperalatmu atau benar benar tulus menolongmu. Kau akan membutuhkan prinsip yang kuat seperti batu dan dinamis sperti air. Bersikap preventif terkadang akan menolongmu berkutat dalam terpaan pujian.
------------------------------------------( 14-03-10)-----------------------------------------







Nyawa Terakhir


Di sebuah tepi jalan yang disesaki ratusan manusia, jalan yang semula digunakan mobil-mobil baja yang aral melintang kini tergantikan oleh pasar dadakan yang diselimuti lautan manusia. Mereka saling berebut bahan makanan di setiap lapak yang dapat dijumpai. Pasar yang hanya tampil seminggu sekali ini telah membuat warga di sekitarnya seperti srigala yang kelaparan. Tidak ada lagi etika untuk mengantri dan mendahulukan yang lebih papah. Semua berfikiran sama untuk kepentingannya sendiri agar tetap bertahan hidup sepekan lagi, hingga pasar ini buka kembali. setiap sudut pasar telah dijaga oleh sepasang tentara berbaju safari yang mengenakan helm setengah oval dan membopong sebuah senapan otomatis berlaras panjang. Dengan tatapan tajam tentara tentara itu mencengkram kuat kuat senjatanya bagai elang yang mencengram kelinci dan kapan saja bisa meretas tubuh mangsanya. dari kejauhan tampak seorang pemuda mengantri di antara kerumunan, Dengan membawa sebuah tas kumal bermotif bekas jahitan berkali kali di setiap sudutnya. Ia meliuk liukkan tubuhnya yang ramping di antara kerumunan orang dan tiba di sebuah lapak roti dengan sekelompok lalat terbang rendah di atasnya. Mereka berusaha hinggap di salah satu roti . namun, tebasan kipas pedagang lapak selalu mengacaukan manuvernya. Pelan pelan pemuda itu mengeluarkan selembar uang kertas lusuh dari dalam tas kumalnya, ia berikan kepada sang pedagang. Sang pedagang memandang sipit sipit uang lusuh dengan bekas selotip rekatan itu dengan seksama. Akhirnya, si pedagang iba melihat wajah si pemuda yang memelas. ia memasukkan uang lusuh itu ke kantong, kemudian Dengan cekatan mengambil tas si pemuda dan memasukkan 3 buah roti ke dalamnya, ia berbisik ke telinga si pemuda.

“ cepat jalan… ! nanti yang lainnya bisa iri karenamu…. !”

pelan pelan si pemuda melewati manusia demi manusia yang bergumul di sekelilingnya. Banyak dari mereka mengangkat uang yang digenggamnya agar dilayani terlebih dahulu. cukup lama ia berdesak desakkan dan akhirnya bisa lepas dari kerumunan orang orang yang kelaparan. Di kejauhan ia mengintip roti yang ada di tas kumalnya. perlahan bibirnya merekah ke atas, Matanya berbinar binar. Ia melangkah mengayun ayunkan kaki panjangnya dengan girang. Kemudian teriakan kencang memecah kebisingan dalam kerumunan manusia

“Tangkap pemuda itu!! Dia mencuri sepotong roti ku!!“

keheningan menyeruak sesaat dalam keteraturan yang dipaksa. Semua tentara yang berjaga mengalihkan pandangannya ke arah pemuda itu. Si pemuda yang menyadari arti teriakan itu segera berlari kencang meninggalkan pasar. Beberapa tentara yang merespon segera membidik pemuda itu dan menembaki setiap derap kakinya, Desingan demi desingan peluru memecah udara dengan brutal, berusaha menyamai kecepatan kaki si pemuda mencoba menembus kaki dan menghancurkan jaringan otot yang menggerakkannya. Si pemuda terus berlari berkelok kelok menghindari terjangan peluru, hingga akhirnya ia menemukan sebuah gang sempit di sisi jalan. Secepat kilat ia lontarkan tubuhnya ke arah gang.pemuda memutar tubuh jangkungnya dan bangkit dari jatuhnya. Perlahan ia mulai menghela nafas cepat. Berusaha memperlambat nafas dan detak jantungnya yang mulai meluap luap.perlahan diintipnya dari balik tembok yang menghalangi pandangannya dari pasar. Terlihat beberapa tentara mulai mengikuti jejaknya. Si pemuda yang melihatnya segera menyiapkan kuda kuda untuk berlari lagi menghindari kepungan tentara tentara neurotik. Dari kejauhan, tentara lain berjalan ke arah gerombolan tentara yang mengejar pencuri roti.

“sudahlah ! itu hanya maling roti ! yang kita cari adalah teroris !“ teriaknya.

Satu demi persatu tentara mulai memutar balikkan langkahnya, menjauhi si pemuda yang masih berdetak kencang jantungnya. Tentara yang tidak puas mendapatkan buruan melampiaskan kekesalannya dengan menembaki tembok yang sudah rapuh hingga materialnya terlontar ke segala arah akibat terjangan peluru dari moncong senapan.

Sekali lagi si pemuda belum sanggup membuat malaikat maut mau menagih jiwanya. takdir dan ruhnya tampaknya masih enggan mengakhiri kisah hidup pemuda miskin ini. ia melangkah di atas pasir, berjalan tertatih tatih menahan perutnya yang. Meraung raung. Langkahnya yang berat terhenti ketika sampai di sebuah reruntuhan bangunan yang disesaki puluhan manusia yang sama kumalnya dengan dirinya. Dari kejauhan sesosok gadis kecil melambaikan tangan ke arahnya.

“ kak achmed !!!” teriaknya melengking.

Si pemuda yang bernama achmed itu melipat bibirnya ke atas. Ia mengusap keringat yang hampir membasahi pandangannya. Achmed mulai melangkahkan kakinya melewati kuduk orang orang yang tercecer di situ. Namun, langkahnya selalu terhenti ketika seseorang menarik kakinya dengan pelan lalu membuka mulutnya sambil menangis. Achmed yang merasa iba akhirnya mencuil roti yang ia punya kemudian menyuapi satu persatu orang yang ia lewati. Setelah sampai di tempat gadis itu achmed melihat isi tas yang dibawanya. Achmed langsung lemas dan sedikit menyesal melihat roti yang ia punya tinggal sepotong lagi. Gadis kecil itu tertawa dan mengambil tas kumal achmed.

“ sudahlah kak, kakak kan sudah ikhlas, nanti pasti dibalas sama yang Allah ! “

perlahan mulut achmed yang terlipat ke bawah mulai terangkat dan memperlihatkan gigi gigi kuningnya. diambil roti kecil itu, untuk kemudian dimakan bersama adiknya. Tanpa sadar, Sang adik ia peluk erat erat.

_________________________________________________________________

Perlahan lahan sang surya mulai memerah, ia telah kecapaian di atas pilar langit setelah seharian menyinari tata surya. Dengan anggunnya ia membagi sinar senja terakhirnya hari ini kepada achmed dan semua orang yang ada di reruntuhan.

Di pagi pagi buta, saat orang orang masih terbuai dalam mimpinya. Saat malam hendak bertransofrmasi menjadi terang. sekelompok tentara dengan senapan laras panjang menghentakkan tanah dengan keras, derap kaki mereka mulai menjatuhkan jiwa orang orang yang masih melayang dalam mimpi. Achmed yang belum puas dengan mimpinya harus gigit jari karena terbangun oleh derap langkah sekompi tentara yang menyantroni mereka. Tentara tentara itu dengan brutal mulai membangunkan satu persatu warga papah. Senapan mereka ayunkan ke arah warga yang belum beranjak dari tidurnya, seolah tidak ada lagi perbedaan antara sampah dengan manusia. Satu persatu warga papah dipaksa untuk berbaris, mematuhi aturan otoriter dari seorang tentara yang tegak berdiri di depan para warga. penampilannya sedikit berbeda dengan tentara yang lain. Sebuah baret miring menutupi kepalanya dari sinar matahari..

Berbagai barang tambang yang mengkilap menghiasi baju safarinya yang rapi. Tertulis sebuah nama di plakat yang menggantung di sakunya ‘Yossie bend’ Ia melangkah kecil diantara warga sambil mendongakkan kepalanya. Plakat berbintang tiga meramaikan hiasan di bahunya, sama mengkilapnya dengan hidung mancung yang ada di wajahnya. Achmed segera membangunkan adiknya yang masih terlelap dengan air liur menghiasi mulutnya. Mereka berdua segera berdiri berbaris mengikuti yang lainnya. Kaki achmed bergetar bagai mesin traktor. Ia membayangkan kalau saja dirinya ditangkap karena membeli roti dengan uang palsu. Maka siapa yang akan merawat adiknya yang sebatang kara ini?.

Sang jendral bintang tiga yang sudah lumutan berdiri tegak sambil berorasi.

“para warga tanah jajahan yang tercinta ! aku bangga melihat kegigihan kalian ! di saat tanah kalian kami kuasai, kalian masih bertahan di sini. Itu sungguh membuatku terharu, pasukanku tidak akan segan untuk mengantar kalian ke surga lebih cepat jika diinginkan. Lihatlah diri kalian ! kumparan daging yang berjalan tanpa tujuan, Jika kalian ingin hidup lebih lama sambil Menanti kemerdekaan tanah kalian, maka bantulah kami mencari seorang teroris bernama acmad mussadeq. Ia seorang kriminal ! pelaku genosida!! jika kalian menentang, maka akan kusamakan derajat kalian dengan achmad mussadeq ! seorang musuh Negara !. apa kalian paham !!”

Semua warga yang berbaris hanya bias mengangguk anggukkan kepala. Keringat dingin menahan ketakutan kini bagai atmosfir yang menyelubungi mereka. Tak ada satupun yang berani memandang para tentara.

“kalau begitu cepat Kerjakan !! cari teroris itu !! “ teriak sang jendral.

Para warga yang ketakutan kalap seketika, mereka bagai sekawanan bebek yang saling menyelamatkan diri menghindari terkaman anjing hutan. Para tentara menendang satu persatu warga yang Nampak masih terlihat di reruntuhan.

“semakin cepat teroris itu ditemukan maka semakin cepat kemerdekaan bagi kalian ..!” ujar sang jendral

Achmed dan adiknya segera berlari dan bersembunyi di antara puing. Mereka tidak berfikir untuk mencari sang buronan, namun menyelamatkan diri dari siksaan para tentara yang membual tentang khayalan merdeka. keduanya berlari meninggalkan kerumunan. Menyisakan kisah penderitaan yang sekali lagi dibuang merana diinjak injak para tentara.

Dalam dilema yang memeluk mereka berdua, achmed dan adiknya terus berjalan sambil berharap segera menemukan kerumunan manusia yang penuh perlindungan. Sepanjang perjalanan, Badai pasir terus menemani mereka. Menerpa wajah pucat kedua bocah yang tersesat itu. Achmed memegang tangan adiknya erat erat, tak mau ia melepas genggaman tangannya walau apapun yang terjadi. Tak lama kemudian terpaan pasir yang semula sangat menyayat kulit perlahan lahan mulai menghalus lembut. Pasir yang menerpa mereka telah kehilangan gaya dorongnya untuk terbang menyantroni tubuh achmed dan adiknya. Kedua anak itu mengusap kedua bola matanya, mengeluarkan beberapa butir pasir yang bersarang di kelopak mereka. Tak lama kemudian mereka melihat sekelibat bayangan hitam memecah debu pasir yang telah melewati mereka. Sontak bayangan itu melesat melewati kedua anak malang itu hingga tersungkur ke tanah. Benda itu jatuh di tempat nun jauh disana membentuk awan jamur besar. Achmed yang panik segera membawa lari adiknya dari tempat itu. Debu pasir perlahan mulai lenyap, memperlihatkan insiden sesungguhnya dari apa yang telah mengagetkan mereka. Achmed dan adiknya dikelilingi oleh banyak tentara dengan ratusan alat tempur mereka. Para tentara yang saling berperang berada jauh terpisah dengan achmed dan adiknya berada di tengah pertempuran. Kedua kubu saling menembak, tidak memperdulikan adanya 2 anak malang yang tak sengaja memasuki medan pertempuran. Achmed dan adiknya merebahkan tubuhnya di tanah, keduanya menutup telinga, tak kuasa mendengar jeritan roket yang melesat dan suara desingan peluru yang berlomba lomba melintas di atas mereka. Tanpa disadari, adik achmed bangkit dari tiarapnya dan berteriak di hadapan para tentara nun jauh disana.

“hentikan!!! Tolong hentikan !!! biarkan kami keluar dulu dari sini !!!!” teriaknya.

Matanya berkaca kaca, air matanya mulai mengalir deras dari kelopak matanya yang rapat. Achmed yang melihat adiknya berteriak, serta merta memaksa adiknya untuk kembali merebahkan diri di tanah untuk menghindari kontak dengan senjata para tentara. Usaha achmed sia sia karena adiknya tetap bersikukuh berfikir bahwa para tentara masih memiliki nurani untuk menghentikan baku tembak mereka dan mempersilahkan ia dan kakaknya lewat sekedar mencari perlindungan. Namun, Sia sia pula teriakan adik achmed. kegaduhan yang ditimbulkan senjata tentara telah membenamkan teriakan kecilnya di ranah paling dalam. Achmed terus berusaha menarik adiknya agar segera berlindung, namun adiknya tetap ngotot untuk mengingatkan para tentara. hingga serentetan peluru menerjang dan menembus tubuh tak berdosa, gadis malang itu kemudian terkapar bersimbah darah. Achmed yang melihat adiknya tergeletak tak bernyawa sungguh terguncang jiwanya, matanya tak sanggup untuk berkedip atas apa yang ia lihat. Achmed merasa tak sanggup lagi mencicipi pahitnya kehilangan seseorang yang disayangi untuk kelima kalinya. Tangan achmed masih kuat memegangi adiknya yang mulai dingin. Ia seret jasad kecil itu menyusuri rentetan senjata menyisakan jejak darah disepanjang perjalanan. Achmed tak kuasa menahan tangis yang sudah meluber hingga ke hidungnya ia tak sanggup untuk melihat adiknya yang telah wafat. Tiba tiba sebuah roket meluncur dari udara mendekati achmed dan adiknya. Melihat itu, Insting achmed akhirnya mengalahkan perasaannya untuk tetap berada disamping adiknya hingga mati. Dilepasnya genggaman tangannya dan achmed berlari menjauhi sasaran bidik roket tersebut. Kakinya seakan tak mau menuruti perasannya yang telah terkoyak dan ingin melakukan hal itu hingga ia sendiri ikut mati. Roket menghempas dan menggemparkan bunyi dahsyat ke penjuru gurun. Membumbungkan awan jamur gelap di atasnya. Membakar jasad adiknya bersama bangkai roket tersebut.

__________________________________________________________________

Achmed terbangun dari mimpinya, ia usap wajahnya dengan kedua telapak tanggannya yang kasar. kemudian duduk sejenak merenung atas kejadian yang terjadi dalam mimpinya. Tak lama lama ia melamun, achmed segera keluar dari kamarnya dan berjalan menuju sebuah lapangan kecil diluar. Disana telah berbaris sekelompok orang bersenjata yang menutup wajah mereka dengan sorban. Achmed segera memasuki barisan, mengenakkan pakaian yang sama dengan mereka. Namun Tanpa sorban yang menutup wajahnya. Dari dalam barisan, Seseorang dari mereka memekikkan teriakan keras sambil mengepalkan tangannya ke atas.

“ALLAHU AKBAR !! ALLAHU AKBAR !! Saudara saudaraku ! mari kita berjihad ! membela di jalan Allah. Kita tumpas penjajahan yang berlangsung di tanah kita ! kita rebut kembali tanah ini dari cengkraman para orang kafir ! mari kita pekikkan kemerdekaan dalam perbuatan dan hati kita ! ! ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR !! SERANG !!!.

achmed dan sekelompok barisan manusia itu bergerak menuju lapangan terbuka, menampilkan panorama yang sepi dengan banyak tentara berjaga di sana. batalyon yang maju bersama achmed mulai mengangkat senjata mereka yang ditenteng di pinggang masing masing. Dengan cekatan, Achmed membuka rompinya dan mengambil sebuah granat. ditariknya pelatuk granat dengan gigi, kemudian ia lempar ke arah tank para tentara. Tank itu meledak dengan dahsyat, seketika itu pula baku tembak yang sengit pun terjadi. Ledakan tank tadi adalah gong dimulainya peperangan. Dalam keadaan seperti itu para pejuang gerliya dan tentara telah berubah menjadi binatang paling buas. Mereka akan melibas musuh mereka tanpa ampun, demi tegaknya ideologi yang mereka yakini. Dalam kerumunan senjata dan manusia yang bertempur, achmed terus berlari menerabas mereka sambil menembakkan peluru dari senapannya ke arah musuh dengan brutal. Namun, Langkah achmed mulai oleng ketika sebuah peluru menembus dan bersarang di betisnya, hingga membuat kakinya sulit digerakkan. Ia buang senapannya guna menyeimbangkan langkah kaki yang mulai goyah. Sebilah pisau ia ambil dan digunakannya untuk menebas para tentara yang mencoba menghalangi langkahnya. Beberapa tentara yang mengetahui sepak terjang achmed langsung mengalihkan bidikan senapannya ke arah achmed. Desingan demi desingan peluru menerjang tubuh achmed bertubi tubi. Namun hal itu tidak membuatnya jatuh terkapar, melainkan semakin kencang ia berlari. Dengan tubuh bersimbah darah, achmed menutup sebagian lukanya yang terus mengalirkan darah, semampu telapak tangannya dapat menutup. Pandangannya mulai buram ketika sebuah peluru kembali bersarang di paha kirinya, disusul kaki kanannya. Semangat juang achmed mulai menunjukkan penurunan akibat nyawa yang mulai meregang. Achmed seketika itu terkapar, namun ia masih bernafas dan berusaha mengeluarkan sesuatu dari rompinya. Tubuh achmed didekati oleh sebuah tank dan barisan tentara yang mencoba mengepungnya. ia teegakkan kepalanya yang bersimbah darah sambil menatap sekeliling, meski pandangannya mulai buram. Samar samar ia melihat barisan tentara dan tank di depannya. Achmed tersenyum dan bergumam…

”kini sudah waktunya aku menyusul kalian, keluargaku…”

Achmed menarik sesuatu dari rompinya dan sebuah ledakan dahsyat memecah kerumunan..